To My Class

When The World Knows

Archive for January 11, 2007

Teori Agenda Setting

Dari beberapa asumsi mengenai efek komunikasi massa, satu yang bertahan dan bekembang dewasa ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian pada issue tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhada[ pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang di beritakan media massa terhadap isu-isu yang berbeda.
Teoritisi utama agenda setting adalah Maxwell McCombs dan Donald shaw. Mereka menuliskan bahwa audience tidak hanya mempelajari berita-berita dalam hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut. Misalnya dalam merefleksikan apa yang dikatakan oleh para kandidat dalam suatu kampanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana yang topik yang penting.
Asumsi Agenda Setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relative mudah untuk diuji. Dasar pemikirannya adalah diantara berbagai topic yang dimuat media massa, topic yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu, dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian dari media.
Pada tahun 1976, McCombs dan Shaw mengambil kasus Watergate sebagai ilustrasi dari fungsi agenda setting. Mereka menunjukkan bahwa sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dalam mengungkap kasus politik yang korup, tetapi pemberitaan surat kabar yang sangat intensif dan diikuti oleh penayangan dengar pendapat di dewn perwakilan melalui televise, telah membuat kasus Watergate menjadi ‘topic of the year’.

Budaya Pop

Ada sejumlah cara penggunaan istilah budaya pop. Sebagai contoh, ini bisa merujuk pada bahwa apa yang ‘ditinggalkan’ setelah standard budaya tinggi telah diputuskan berdasarkan atau untuk budaya yang diproduksi-massal oleh industri budaya. Perspektif ini senada dengan karya Leavis dan Adorno yang memandang budaya pop sebagai sesuatu yang lebih rendah dari partenernya dalam pembagian biner. Dalam memikirkan kebudayaan secara lebih serius.
Pemahaman budaya pop yang dianut oleh kritikus yang tidak menyukai budaya komoditas namun tidak ingin mengutuk sepenuhnya budaya ini adalah mempertentangkan budaya massa dengan budaya rakyat yang dihasilkan oleh masyarakat.
Budaya pop terutama adalah suatu budaya yang diproduksi secara komersial dan tidak ada alas an untuk berpikir bahwa tampaknya ia akan berubah di masa yang akan datang. Namun dikatakan bahwa audien pop menciptakan makna mereka sendiri melalui teks budaya pop dan melahirkan kompetensi budaya dan sumber daya diskursif mereka sendiri. Budaya pop dipandang sebagai makna dan praktik yang dihasilkan oleh audien pop pada saat konsumsi dan studi budaya pop terpusat paa bagian yang digunakan.

Kebudayaan dan Praktik Pemaknaan

Kebudayaan terkait dengan pertanyaan tentang makna sosial yang dimiliki bersama, yaitu berbagai cara kita memahami dunia ini. Tetapi, makna tidak semata-mata mengawang-awang di luar sana, melainkan mereka dibangun melalui tanda khusunya tanda-tanda bahasa.
Cultural Studies menyatakan bahasa bukanlah media netral bagi pembnetukan makna dan pengetahuan tentang dunia objek indipenden yang ada di luar bahasa, tapi ia merupakan bagian utama dari makna dan pengetahuan tersebut.
Bagian terbesar cultural studies terpusat pada pertanyaan tentang representasi, yaitu bagaimana dunia dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita. Unsur utama Cultural Studies dapat dipahami sebagai studi kebudayaan sebagai praktik pemaknaan representasi.
Cultural Studies berusaha menghubungkan mereka dengan ekonomi politik, suatu disiplin yang membahas kekuasaan dan distribusi sumber daya ekonomi dan sosial. Kebudayaan dipandang memiliki makna, aturan dan praktik sendiri yang tidak dapat direduksi menjadi, atau hanya dijelaskan di dalam, kategori atau level lain bangunan sosial.
Kebudayaan dipandang memiliki makna, aturan dan praktiknya sendiri yang tidak dapat direkduksi menjadi, atau hanya dapat dijelaskan di dalam, kategori atau level lain bangunan sosial.

Cultural Studies

Cultural Studies

Cultural Studies (CS) dibangun oleh permainan bahasa (language games) cultural itu sendiri. Istilah-istilah teoritis yang dikembangka dan digunakan oleh orang-orang yang menyebut karya mereka sebagai cultural studies itulah yang disebut dengan cultural studies.
Cultural Studies selalu merupakan bidang penelitian multi dan post disipliner yang mengaburkan batas-batas antara dirinya dan subjek lain. Namun Cultural Studies (CS) tidak dapat didefinisikan secara sembarangan, kata Hall ada sesuatu yang diperbincangkan dalam cultural studies yang membedakan dirinya dari wilayah subjek lain.
Bagi Hall yang diperbincangkan adalah hubungan Cultural Studies dengan persoalan kekuasaan dan politik, dengan kebutuhan akan perubahan dan dengan representasi atas dan ‘bagi’ kelompok-kelompok social yang terpinggirkan, khususnya kelas, gender dan ras. Dengan demikian, cultural studies adalah satu teori yang dibangun oleh pemikir yang memandang produksi pengetahuan teoritis sebagai praktik politik. Disini, pengetahuan tidak pernah menjadi fenomena netral atau objektif melainkan posisionalitas, soal dari mana orang berbicara, kepada siapa dan untuk tujuan apa.
Cultural Studies merupakan suatu bangunan diskursif, yaitu jejak-jejak (atau bangunan) pemikiran, citra dan praktis, yang menyediakan cara-cara untuk berbicara, bentuk-bentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait dengannya tentang topic, aktivitas social tertentu atau arena institusional dalam masyarakat. Cultural studies dibangun oleh suatu cara yang tertata di sekeliling konsep-konsep kunci, ide dan pokok perhatian. Terlebih lagi, cultural studies memiliki suatu momen ketika dia menamai dirinya, meskipun penamaan itu hanya menandai penggalan atau kilasan dari suatu proyek intelektual yang terus berubah.
Banyak praktisi Cultural studies menentang pembentukan batas-batas disipliner bidang ini. Dalam konteks itu, Bennet (1998) menawarkan ‘elemen definisi’ cultural studies :
1. cultural studies adalah suatu arena interdisipliner di
mana perspektif dari disiplin yang berlainan secara selektif
dapat diambil dalam rangka menguji hubungan antara
kebudayaan dan kekuasaan.
2. cultural studies terkait dengan semua praktik, institusi dan
system klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai,
kepercayaan, kompetensi , rutinitas kehidupan dan bentuk-
bentuk kebiasaan perilaku suatu masyarakat (Bennet, 1998)
3. Bentuk-bentuk kekuasaan yang dieksplorasi oleh cultural
studies beragam termasuk gender, ras, kelas,kolonialisme,dll.
Cultural Studies berusaha mengeksplorasi hubungan antara
bentuk-bentuk kekuasaan ini dan berusaha mengembangkan
cara berfikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang dapat
dimanfaatkan oleh sejumlah agen dalam upayanya melakukan
perubahan.
4. Arena institusional utama bagi cultural studies adalah
perguruan tinggi dan dengan demikian cultural studies menjadi seperti disiplin akademis lain.